Powered by Blogger.

[REVIEW] Café Funiculi Funicula (2018): Hidup Tanpa Penyesalan?

by - August 22, 2020

sumber: AsianWiki
JUDUL
Café Funiculi Funicula | コーヒーが冷めないうちに | Before the Coffee Gets Cold
TANGGAL RILIS
21 September 2018 (JP) | 28 Februari 2019 (SG)
DURASI
116 menit
PEMAIN
Arimura Kasumi (Tokita Kazu), Fukami Motoki (Tokita Nagare), Ishida Yuriko (Mysterious Woman), Ito Kentaro (Shintani Ryosuke), Haru (Kiyokawa Fumiko), Hayashi Kento (Katada Goro), Yakushimaru Hiroko (Takatake Kayo), Matsushige Yutaka (Fusaki Yasunori), Yoshida Yo (Hirai Yaeko), Matsumoto Wakana (Hirai Kumi).
SUTRADARA
Tsukahara Ayuko
PENULIS NASKAH
Kawaguchi Toshikazu (Novel) | Okudera Satoko (Film)
PRODUKSI
Toho Company | Film Face | GyaO | Sunmark Publishing | dll.
DISTRIBUTOR
Toho Company | TBS Global Business
GENRE
Drama | Family | Fantasy | Science Fiction (Time Travel)
RATING
PG13 | Remaja
TAGLINE
4回泣けます (You will cry four times!)
SINOPSIS
Kazu works for family at a café. There is a belief that occupying a specific table seat at a table allows the occupant to travel back in time. While the traveller can choose the destination he has to abide by certain rules. Additionally, one's time travelling is limited to the period by which the coffee gets cold.

*******

Selain (tentu saja) karena kopi, salah satu alasanku menonton film ini adalah nama sutradaranya, Tsukahara Ayuko. Sebelumnya aku sudah pernah menonton beberapa serial drama garapannya dan cukup banyak yang sangat berkesan buatku dari Alice no Toge, N no Tame Ni, Suna no Tou, Reverse, Unnatural, sampai yang terbaru, MIU 404. Sayangnya, butuh waktu cukup lama sampai akhirnya aku bisa menonton film ini.

Tahu sendiri, kan? Akses film Jepang itu susah, hanya sedikit yang bisa ditonton secara legal, baik secara langsung di bioskop maupun secara daring melalui layanan streaming. Meski pada awalnya aku sangat bersemangat menunggu film ini dan menikmati masa promosi film ini, begitu rilis pun aku masih harus tunggu berbulan-bulan sampai bisa menontonnya. Syukur kalau masih ingat, kebanyakan malah akhirnya aku lupa—seperti film ini, yang baru kutonton beberapa hari lalu.
sumber: Akiba Nation
Sesuai sinopsisnya, film ini berkisah tentang kafe fiktif yang dirumorkan punya kursi 'ajaib'—bisa membawa pelanggan kafe ke masa lalu. Seperti halnya perjalanan waktu di karya kontemporer lainnya, ada beberapa aturan yang harus dipenuhi.

1. Kamu hanya bisa menemui orang yang pernah mengunjungi kafe ini.
2. Apa pun yang kamu lakukan di masa lalu, tidak akan mengubah apa pun di masa kini.
3. Hanya satu kursi yang bisa membawamu ke masa lalu. Jika masih diduduki, tunggu hingga kosong.
4. Saat kembali ke masa lalu, kamu harus tetap berada di kafe ini.
5. Waktu kamu di masa lalu dimulai sejak kopi panas tertuang ke gelas hingga (menjelang) kopi menjadi dingin. Jadi untuk kembali ke masa kini, kamu harus menghabiskan kopinya sebelum dingin.
sumber: Love Thy Dramas
Menurutku, film ini lebih cocok untuk dinikmati—daripada dikritisi. Pertama, tidak ada penjelasan tentang kursi 'ajaib' itu. Selain kelima peraturan di atas, satu-satunya hal yang kutahu dari film ini adalah aturan tambahan yang mengharuskan salah satu 'perempuan' di keluarga Tokita menuangkan kopi untuk pelanggan yang ingin kembali ke masa lalu. Kursi 'ajaib' itu tidak akan membawa pelanggan ke masa lalu jika kopinya dituang oleh laki-laki dari keluarga Tokita. Karena itulah seusai kepergian ibunya, hanya Kazu yang menuangkan kopi utuk pelanggan di kursi tersebut.

Selain itu, ada juga kehadiran 'roh/hantu' yang selalu menempati kursi 'ajaib' itu. Hal ini berhubungan dengan peraturan ketiga—jika masih diduduki, tunggu hingga kosong. Sosok roh/hantu yang biasanya duduk di kursi itu pada saat tertentu akan bangkit untuk pergi ke kamar mandi—sekali lagi, jangan tanya kenapa sesosok roh/hantu masih perlu ke kamar mandi. Yang pasti siapa pun yang menyentuhnya ketika roh/hantu itu masih duduk di kursinya, akan mengalami kesulitan bernapas (dan mungkin, mati).
sumber: IMDb
Salah satu pelanggan yang diceritakan dalam film ini adalah Fumiko, yang ingin kembali ke masa lalu untuk bertemu dengan Goro, teman kecilnya yang kini tinggal di Amerika. Sesuai peraturan pertama, Fumiko harus membayangkan dengan jelas momen ketika Goro pernah datang ke kafe. Hanya dengan cara itulah dia bisa kembali ke masa lalu dan menyampaikan hal yang belum sempat diucapkannya dulu. Sayangnya, jeda waktu yang didapatnya sebelum kopi mendingin tampaknya jauh dari cukup. Bisa dibilang, Fumiko tidak benar-benar berhasil mewujudkan niatnya. Tapi begitu kembali ke masa kini, Fumiko langsung berniat menyampaikannya secara langsung. Kurasa ada benarnya, kalau kita menyesal karena tidak melakukan sesuatu di masa lalu, kenapa tidak melakukannya sekarang?
Selain Fumiko, ada pelanggan lain yang sering menghabiskan waktu seharian di kafe untuk menunggu momen roh/hantu wanita itu beranjak dari kursi. Namanya Takatake Kayo, seorang wanita yang menderita (semacam) penyakit dementia. Takatake-san ingin sekali ke masa lalu untuk menyerahkan sebuah amplop kepada suaminya. Sayangnya, entah kenapa sosok roh/hantu di kafe itu tidak beranjak dari kursi tiap kali ia berkunjung. Begitu menjelang tutup, biasanya beliau dijemput oleh seorang laki-laki bernama Fusaki Yasunori—seorang caretaker. Hal itu terjadi berulang kali sampai akhirnya, Pak Fusaki memutuskan untuk kembali ke masa lalu dan mewujudkan keinginan Bu Kayo. Aku tidak ingin memberi terlalu banyak spoiler, tapi yang jelas bagian ini adalah cerita favoritku. Kalau tidak salah ingat, pada bagian inilah aku cukup meneteskan air mata.

Dalam hidup, terkadang kita menyembunyikan suatu hal dari orang-orang yang kita sayangi—dengan niat akan mengungkapkannya di kemudian hari. Namun begitu kita menimbun rahasia itu terlalu dalam, rasanya sulit untuk menggalinya kembali. Demi menjaga perasaan satu sama lain, akhirnya rahasia itu dibiarkan terkubur meski menyakitkan. Dari cerita Bu Kayo dan Pak Fusaki ini, sepertinya aku terpikir untuk lebih jujur—pada diri sendiri dan pada orang-orang di sekitarku. Tidak jujur memang tidak selalu berarti dusta, sering kali justru ketidakjujuran hadir dalam bentuk diam. Memang, konon diam itu emas dan ignorance is a bliss, tapi kebanyakan orang menyembunyikan kebenaran karena terlalu takut menghadapi konsekuensinya. Menyembunyikan kebenaran tidak otomatis menjadikanku pendusta, tapi mungkin menempatkanku dalam golongan orang-orang pengecut—yang terlalu takut menghadapi hidup.
sumber: IMDb
Pelanggan lain yang beberapa kali datang ke kafe adalah Hirai Yaeko, putri sulung dari pasangan pemilik hotel yang terkenal. Setelah 'kabur' dari rumah demi mengejar impiannya, Yaeko-san kerap mendapat surat dari adiknya, Kumi-chan. Tidak peduli berapa banyak surat yang datang, Yaeko-san tidak pernah membacanya. Menurutnya, isinya pasti kurang-lebih seputar permintaan untuk kembali pulang dan membantunya mengurus manajemen hotel. Hingga suatu ketika, ada hal buruk yang terjadi pada adiknya dan membuatnya bersikeras ingin kembali ke masa lalu.

Karakter Yaeko-san ini sangat berkesan buatku. Sebagai wanita praktis yang berani mengambil risiko, dia tidak ragu membocorkan informasi dari masa depan kepada adiknya dan bahkan (hampir) mengejar adiknya. Tapi sesuai peraturan yang berlaku, dia tidak bisa beranjak ke luar kafe dan tidak berhasil mengubah apa pun di masa depan. Pada akhirnya, kisah Yaeko-san ini mengingatkanku untuk seize the momentdo not take anything for granted. Kita nggak pernah tahu apa yang akan terjadi di masa depan, bahkan satu menit dari sekarang.
sumber: IMDb
Secara umum, film ini memang bukan karya yang sangat aku rekomendasikan. Menurutku, pola alurnya lebih cocok dibuat menjadi drama daripada film—dan mengingat ini adalah debut film pertama sutradaranya, sejujurnya aku cukup maklum. Walau pun begitu, aku rasa ini film yang baik—cocok untuk ditonton sambil memikirkan hidup. Kalau menurutmu film yang bagus harus punya klimaks dan plot twist, film ini bukan untukmu. Tapi kalau menurutmu film adalah karya yang sekadar bisa dinikmati, terlepas dari ada atau tidaknya pesan moral yang disisipkan, ini adalah pilihan yang tepat.

Nah, kalau bicara tentang judul postingan ini... lebih baik nanti kamu jawab sendiri setelah menonton film ini. Apakah mungkin hidup tanpa penyesalan? Bisa jadi mungkin, kalau kamu bisa memperbaikinya atau memutuskan bahwa apa yang kamu lakukan di masa lalu lebih baik dari alternatifnya. Tapi, tentu saja tidak ada jawaban yang benar atau salah. Lagipula, kalau pun ada penyesalan, aku rasa itu wajar. Penyesalan memang selalu datang belakangan, bukan? Kalau di awal, namanya pasti pendaftaran.

You May Also Like

0 comments