[REVIEW] Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak (2017)
Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak
TANGGAL RILIS
TANGGAL RILIS
24 Mei 2017 (FR) | 16 November 2017 (ID)
DURASI
DURASI
90 menit
PEMAIN
PEMAIN
Marsha Timothy (Marlina), Egy Fedly (Markus), Dea Panendra (Novi), Yoga Pratama (Franz), Haydar Salishz (Niko), dll.
SUTRADARA
SUTRADARA
Mouly Surya
PENULIS NASKAH
PENULIS NASKAH
Rama Adi, Garin Nugroho, Mouly Surya
PRODUKSI
Cinesurya Production & Kaninga Pictures
GENRE
GENRE
Drama, Suspense, Thriller
RATING
RATING
17+
SINOPSIS
SINOPSIS
Suatu hari di sebuah padang sabana Sumba, Indonesia, sekawanan tujuh perampok mendatangi rumah seorang janda bernama Marlina (Marsha Timothy). Mereka mengancam nyawa, harta dan juga kehormatan Marlina dihadapan suaminya yang sudah berbentuk mumi duduk di pojok ruangan. Keesokan harinya dalam sebuah perjalanan demi mencari keadilan dan penebusan, Marlina membawa kepala dari bos perampok, Markus (Egi Fedly), yang ia penggal tadi malam. Marlina kemudian bertemu Novi (Dea Panendra), yang menunggu kelahiran bayinya, dan Franz (Yoga Pratama), yang menginginkan kepala Markus kembali. Markus yang tak berkepala juga berjalan menguntit Marlina.
*******
sumber: imdb |
Sedikit banyak, kadang aku suka intip daftar film yang masuk nominasi festival (Cannes, TIFF, Berlinale, FFI, dll). Kebetulan, film ini masuk dalam jajaran Director's Fortnight di Cannes (pertama kalinya setelah Indonesia absen selama 12 tahun!) dan memulai premiere-nya di Prancis sejak awal tahun ini. 😎
Selain itu, yang membuat film ini masuk daftar tontonanku adalah sutradara dan penulis naskahnya. Film ini disutradarai oleh Mouly Surya, yang dulu juga menggarap Fiksi (Ladya Cheryl, Donny Alamsyah, Aty Cancer, dll.) dan What They Don't Talk About When They Talk About Love (Nicholas Saputra, Ayushita, Karina Salim, dll), sedangkan naskahnya ditulis oleh Rama Adi dan Mouly Surya berdasarkan ide cerita dari Garin Nugroho (Cinta dalam Sepotong Roti, Daun di Atas Bantal, Rindu Kami PadaMu, Soegija, dll).
Awalnya nggak yakin akan bisa nonton film ini di layar lebar karena pasar di sini sepertinya masih belum ramah dengan film-film festival yang kebanyakan dinilai 'unik' oleh kebanyakan orang, tapi untungnya film ini tayang di bioskop! 😍
[Film Review] 'Marlina the Murderer in Four Acts' / 'Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak' | #Cannes 2017 https://t.co/YhkuKu1gb6 via @thr— ♠️ 🍀 ❒ ❥▼❍ R.J. ❒ ❥▼❍ 🍀 ♠️ (@jilansy) September 26, 2017
REVIEW
Secara keseluruhan, kurasa film ini mengambil tema rape revenge dari sudut pandang korban pemerkosaan (rape victim). Bisa dibilang, aku menangkap banyak ironi (atau tragedi?) di film ini.. bahwa masih ada penduduk negeri ini yang percaya mitos di balik posisi janin yang sungsang, bahwa masih ada polisi-polisi di negeri ini yang menganggap remeh pengaduan warga, serta bahwa masih ada orang-orang yang memperlakukan wanita seperti objek. Masih ada, bahkan mungkin, masih banyak. 😤
Ambil contoh adegan di mana Markus meminta Marlina memasakkannya sup ayam sebelum bermaksud 'menggagahi'-nya, sekilas mungkin tampak lucu: "Lha, kok mau aja disuruh begitu?" tapi menurutku, poinnya bukan di sana. Kalau para pria digambarkan bisa seenaknya menyuruh ini-itu padahal hendak merampas hak seorang wanita, bukankah itu berarti ada masalah dalam nilai dan tatanan sosial yang berlaku di sekitarnya? Seolah-olah memang wanita tidak punya daya dan upaya melawan kehendak pria. 😩
Jangankan daya dan upaya, untuk menunjukkan emosi pun tidak diberi kesempatan. Saat Markus datang ke rumah Marlina, dengan bangganya dia sampaikan tentang betapa beruntungnya Marlina karena akan 'kedatangan' tujuh lelaki. Logika seperti apa yang membuat seorang pemerkosa berpikir bahwa korbannya akan menikmati perbuatannya? Bukankah nantinya yang dicap 'kotor' adalah si korban? Hal yang satu ini, bukan fiktif belaka. Hal ini adalah cerminan realita yang dituangkan dalam karya fiksi. Iya, memang ada orang-orang bejat yang berpikir seperti itu. Mungkin mereka berpikir dengan sikil, bukan dengan otak, pantesan busuk! 😡
Belum lagi adegan antara Umbu dan Novi, bagaimana bisa seorang suami menuduh istrinya berselingkuh dengan orang lain hanya karena janin yang dikandung istrinya 'diduga' sungsang? Iya, begitu jomplang-nya kepercayaan kita. Sebagian dari kita kini bahkan tidak percaya hal-hal berbau spiritualitas dan menilai agama hanya bagian dari budaya, sementara sebagian lagi justru masih begitu terkukung oleh mitos-mitos yang nggak jelas asal-usulnya. 😷
Ambil contoh adegan di mana Markus meminta Marlina memasakkannya sup ayam sebelum bermaksud 'menggagahi'-nya, sekilas mungkin tampak lucu: "Lha, kok mau aja disuruh begitu?" tapi menurutku, poinnya bukan di sana. Kalau para pria digambarkan bisa seenaknya menyuruh ini-itu padahal hendak merampas hak seorang wanita, bukankah itu berarti ada masalah dalam nilai dan tatanan sosial yang berlaku di sekitarnya? Seolah-olah memang wanita tidak punya daya dan upaya melawan kehendak pria. 😩
sumber: youtube |
Belum lagi adegan antara Umbu dan Novi, bagaimana bisa seorang suami menuduh istrinya berselingkuh dengan orang lain hanya karena janin yang dikandung istrinya 'diduga' sungsang? Iya, begitu jomplang-nya kepercayaan kita. Sebagian dari kita kini bahkan tidak percaya hal-hal berbau spiritualitas dan menilai agama hanya bagian dari budaya, sementara sebagian lagi justru masih begitu terkukung oleh mitos-mitos yang nggak jelas asal-usulnya. 😷
sumber: imdb |
Sepanjang film, ada beberapa adegan yang menuai tawa penonton. Nggak banyak memang, dan kebanyakan lebih ke arah dark comedy, tapi cukup membuat film ini bisa dinikmati. Meski pun menurutku sebagian besar unsur komedi di film ini sebenarnya juga menyiratkan hal-hal ironis yang sudah kusebut sebelumnya, termasuk adanya sosok 'Markus tanpa kepala' yang terus mengikuti Marlina (apakah ini simbol trauma yang terus menghantui rape victims?).
Sedikit spoiler, judul film ini hanya menceritakan satu dari empat babak di film ini. Kalau saat menonton Wage aku merasa seperti melihat perpindahan antar babak daripada antar scene, film ini justru memang sengaja membagi kisah 'Marlina sebagai seorang pembunuh' dalam empat babak: robbery, journey, confession, dan birth.
Babak pertama (robbery) merupakan prolog yang mengawali perjalanan Marlina, babak kedua (journey) mengikuti perjalanan Marlina menuju kantor polisi, babak ketiga (confession) adalah momen di mana Marlina menceritakan kembali kejadian di babak pertama, sedangkan babak keempat (birth) berkisah tentang penyanderaan Novi, kawan Marlina yang sudah hamil 10 (sepuluh) bulan. Jadi sebenarnya Marlina hanya punya tiga babak karena babak keempatnya punya Novi, seperti kata tweet ini 😂 Eh, tapi nggak juga sih.. Novi nggak akan melakukan hal 'serupa' kalau bukan karena 'terinspirasi' dari perbuatan Marlina. Jadi, bolehlah kredit babak keempat juga disematkan pada Marlina 😏
Sedikit spoiler, judul film ini hanya menceritakan satu dari empat babak di film ini. Kalau saat menonton Wage aku merasa seperti melihat perpindahan antar babak daripada antar scene, film ini justru memang sengaja membagi kisah 'Marlina sebagai seorang pembunuh' dalam empat babak: robbery, journey, confession, dan birth.
Babak pertama (robbery) merupakan prolog yang mengawali perjalanan Marlina, babak kedua (journey) mengikuti perjalanan Marlina menuju kantor polisi, babak ketiga (confession) adalah momen di mana Marlina menceritakan kembali kejadian di babak pertama, sedangkan babak keempat (birth) berkisah tentang penyanderaan Novi, kawan Marlina yang sudah hamil 10 (sepuluh) bulan. Jadi sebenarnya Marlina hanya punya tiga babak karena babak keempatnya punya Novi, seperti kata tweet ini 😂 Eh, tapi nggak juga sih.. Novi nggak akan melakukan hal 'serupa' kalau bukan karena 'terinspirasi' dari perbuatan Marlina. Jadi, bolehlah kredit babak keempat juga disematkan pada Marlina 😏
sumber: imdb |
Film ini berlatar di Sumba, Nusa Tenggara Timur. Hal pertama yang terlintas sudah pasti 'indah' saking indahnya sampai ada yang bilang "Marlina: Instagrammable Sumba dalam Empat Babak", tapi 'indah'-nya nggak biasa. Bukan pemandangan alam yang hijau dan asri, tapi justru serba coklat dan 'kering'. Kurasa latar ini juga bisa dianggap mewakili 'keunikan' film ini. Secara tersirat, seolah film ini ingin memperjelas keragaman nusantara.. bahwa Indonesia tidak selalu hijau (coklat pun indah kok), bahwa Indonesia tidak hanya Pulau Jawa (atau Bali?), serta bahwa Indonesia tidak hanya 'Islam'.
sumber: imdb |
CAST
Nggak banyak tokoh yang berperan penting dalam film ini, yang karakternya cukup membekas memang hanya Marlina, Markus, Novi, dan Franz. Keempat tokoh inti benar-benar bisa membangun emosi, dari akting Egy Fedly (Markus) yang sudah tidak perlu diragukan lagi; Yoga Pratama (Franz) yang tampak baru meski pun sekilas agak mirip Reza Rahadian nggak, sih?, tapi bisa banget transisi dari anak buah yang nggak berani melawan anggota senior di gengnya jadi 'anak bawang' yang kalut; Dea Panendra (Novi) yang di babak awal kupikir hanya cameo, ternyata sukses mendominasi babak akhir; dan terutama, Marsha Timothy (Marlina) yang bahkan telah 'mengalahkan' Nicole Kidman (The Killing of a Sacred Deer yang juga aku tunggu-tunggu karena ada Barry Keoghan di sana!) di Sitges International Fantastic Film Festival! 😘
sumber: kitablirik |
Oh iya, ada hal menarik yang baru aku tahu belakangan ini: Dea Panendra ini mantan peserta Indonesian Idol - Season 6 (2010) yang juga merupakan salah satu cast dalam Musikal "Laskar Pelangi" (2011) dan Musikal "Timun Mas" (2013). Ya ampun, itu aku nonton semua tapi nggak tahu mbaknya jadi siapa! 😭😭😭 Btw mbaknya lucu banget, pas shooting di Sumba malah mau berburu Pokemon, hehehe~
Sepertinya cukup sampai di sini saja ya, aku mulai nggak fokus karena girang buka-buka booklet lama. Film-film festival seperti ini lebih seru kalau langsung ditonton, efeknya beda-beda ke tiap orang! 😉
sumber: imdb |
0 comments